KPI Dorong Inovasi dan Kembangkan Bisnis Low Carbon
Bisnis

KPI Dorong Inovasi dan Kembangkan Bisnis Low Carbon

KUNCI NARASI Perubahan iklim telah menjadi tantangan besar bagi dunia, termasuk Indonesia. Pemerintah dan industri dituntut berkontribusi menurunkan emisi karbon dan mendorong transisi menuju energi bersih. Dalam konteks ini, PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) sebagai anak usaha Pertamina yang bergerak di sektor pemurnian dan pengolahan minyak, menyatakan komitmennya untuk mengurangi emisi dan memperluas bisnis berbasis rendah karbon.

KPI menegaskan bahwa industri energi harus beradaptasi dengan tuntutan baru. Nilai ekonomis tidak lagi hanya dilihat dari keuntungan finansial, tetapi juga dari kontribusi terhadap keberlanjutan lingkungan. Karena itu, strategi pengembangan dengan konsep Low Carbon Business (LCBP) menjadi salah satu prioritas utama perusahaan ke depan.

Strategi Rendah Emisi sebagai Masa Depan Bisnis

KPI menyadari bahwa masa depan industri migas tidak bisa hanya bertumpu pada pengolahan minyak fosil. Perubahan gaya hidup masyarakat, teknologi kendaraan listrik, standar emisi, serta regulasi global menuntut perusahaan energi untuk beralih kepada model bisnis berbasis efisiensi dan penurunan jejak karbon.

Untuk itu, beberapa strategi telah dirancang KPI, di antaranya:

  1. Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan (EBT)
    KPI memulai instalasi panel surya, pemanfaatan biomassa, serta optimalisasi energi dari panas buangan industri untuk menekan konsumsi energi berbasis fosil.

  2. Co-Processing Bahan Baku Nabati
    KPI telah menerapkan teknologi pengolahan minyak nabati dalam kilang sehingga dapat menghasilkan pertalite nabati, solar nabati, hingga sustainable aviation fuel (SAF).

  3. Digitalisasi Kilang
    Penggunaan sistem pemantauan otomatis berbasis machine learning untuk efisiensi bahan bakar, pemantauan emisi, dan optimasi proses produksi.

  4. Pengembangan Produk Rendah Emisi
    Fokus pada produksi BBM dan produk kimia bernilai tinggi namun lebih ramah lingkungan.

Dengan langkah ini, KPI ingin memastikan bahwa operasional kilang tidak hanya produktif secara ekonomi, tetapi juga berkontribusi pada mitigasi perubahan iklim dan pengurangan emisi karbon secara bertahap.

Komitmen pada Target Nationally Determined Contribution (NDC)

Indonesia telah memiliki target penurunan emisi hingga lebih dari 30% di tahun 2030 melalui kebijakan Nationally Determined Contribution (NDC). KPI menyatakan bahwa kontribusi sektor industri energi menjadi salah satu kunci pencapaian target nasional ini.

Melalui penerapan skema Low Carbon Business, KPI menargetkan penurunan emisi karbon dalam beberapa tahap:

  • Jangka pendek: menekan emisi dari operasional kilang melalui perbaikan energi, audit konsumsi, dan efisiensi sistem.
  • Jangka menengah: meningkatkan kapasitas energi terbarukan di seluruh fasilitas.
  • Jangka panjang: melakukan transformasi besar-besaran menuju pemanfaatan energi hijau sebagai bagian utama rantai produksi.

Ini menjadi bagian dari strategi transisi energi nasional di mana sektor industri migas tidak hanya sebagai bagian dari masalah, tetapi bagian dari solusi.

Inovasi Teknologi sebagai Penggerak Utama

Salah satu poin penting dari program Low Carbon Business KPI adalah keberanian berinovasi. Kilang modern dipandang harus mampu menerapkan teknologi mutakhir agar tetap relevan dalam era energi hijau.

KPI mendorong pengembangan:

  • Teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) untuk menangkap CO₂ dari proses produksi.
  • Teknologi co-processing yang memungkinkan bahan baku fosil dicampur dengan minyak nabati untuk menghasilkan BBM lebih bersih.
  • Waste to Energy System yang mengubah limbah kilang menjadi energi kembali.

Bagi KPI, inovasi bukan hanya modernisasi peralatan, tetapi transformasi cara berpikir. Kilang harus lebih fleksibel, rendah karbon, dan berorientasi pada lingkungan.

Ekonomi Hijau yang Menguntungkan

Banyak pihak masih memandang bahwa bisnis hijau identik dengan biaya lebih tinggi. Namun KPI menilai sebaliknya. Dengan investasi pada teknologi efisiensi dan energi bersih, perusahaan dapat:

  • Menghemat konsumsi energi dalam proses produksi
  • Menekan biaya operasional jangka panjang
  • Menambah pendapatan dari produk energi bersih bernilai tinggi
  • Memperluas pasar global yang semakin ketat terhadap standar karbon

Produk seperti SAF (bioavtur), green diesel, dan bahan bakar rendah emisi lainnya memiliki permintaan tinggi, terutama dari negara yang telah menerapkan standar emisi ketat seperti Uni Eropa, Jepang, dan Amerika Serikat.

Dengan demikian, bisnis hijau bukan hanya langkah moral, tetapi juga peluang ekonomi berjangka panjang.

Kolaborasi Pemerintah dan Industri

Dalam menjalankan pengembangan bisnis rendah karbon, KPI menegaskan pentingnya kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk:

  • Pemerintah, karena regulasi dan insentif sangat menentukan percepatan industri energi hijau.
  • Akademisi, untuk riset teknologi berbasis sains dan data.
  • Badan lingkungan dan lembaga internasional, untuk sertifikasi standar karbon.
  • Masyarakat dan komunitas, untuk menumbuhkan budaya efisiensi energi.

Kolaborasi ini dianggap penting mengingat transformasi energi bukan pekerjaan satu pihak, tetapi perubahan ekosistem besar yang membutuhkan integrasi sektor publik dan swasta.

Edukasi Publik sebagai Bagian dari Transformasi

KPI juga menyadari bahwa energi hijau harus dipahami masyarakat. Karena itu, perusahaan aktif melakukan edukasi publik melalui kampanye lingkungan, seminar, kunjungan sekolah, hingga program pemanfaatan limbah rumah tangga menjadi energi.

Setiap tahun, KPI rutin melakukan pelatihan lingkungan di daerah sekitar kilang, khususnya:

  • Edukasi pemilahan sampah
  • Penggunaan energi hemat
  • Pelatihan bank sampah
  • Pemanfaatan limbah menjadi produk bernilai ekonomi

Edukasi publik ini dinilai penting karena perubahan besar tidak mungkin terjadi tanpa perubahan gaya hidup masyarakat.

Upaya KPI mendorong inovasi dan mengembangkan bisnis rendah karbon merupakan langkah strategis dalam menghadapi perubahan global. Di tengah tantangan transisi energi, KPI memilih bergerak maju dengan menggabungkan bisnis berkelanjutan, teknologi modern, dan orientasi pada lingkungan.

Jika konsisten, strategi ini berpotensi menjadikan KPI contoh sukses transformasi energi nasional, sekaligus membuktikan bahwa industri migas pun bisa menjadi motor utama pembangunan ekonomi hijau di Indonesia.