Kunci Narasi

Kunci Narasi Indonesia

Kebijakan KDM Jabar Bayangi Portofolio Kredit Properti 2026
Properti

Kebijakan KDM Jabar Bayangi Portofolio Kredit Properti 2026

Kuncinarasi.comProvinsi Jawa Barat kembali menjadi sorotan setelah Gubernur Dedi Mulyadi — yang akrab disapa KDM — mengeluarkan kebijakan baru yang diperkirakan akan membawa dampak signifikan terhadap industri properti di wilayah tersebut. Fokus dari kebijakan ini adalah pemberhentian sementara izin pembangunan perumahan baru hingga pertengahan 2026 sebagai respons terhadap sejumlah risiko lingkungan dan kebutuhan penataan ruang yang lebih baik.

Kebijakan yang tertuang dalam Surat Edaran Gubernur Jawa Barat Nomor: 177/PUR.06.02.03/DISPERKIM itu awalnya diterapkan di wilayah Bandung Raya, kemudian diperluas cakupannya ke seluruh provinsi. Tujuannya, menurut KDM, adalah memastikan bahwa pembangunan perumahan mengikuti kajian risiko bencana dan penyesuaian Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) terlebih dahulu.

Menimbang Risiko Lingkungan

Jawa Barat dikenal sebagai salah satu provinsi dengan laju urbanisasi dan pembangunan perumahan yang sangat cepat. Namun, wilayah ini juga memiliki tantangan geografis yang tinggi: rentan terhadap bencana banjir bandang, longsor, dan perubahan hidrometeorologi. Kebijakan moratorium ini dilatarbelakangi oleh kekhawatiran atas potensi bencana yang meningkat di berbagai area pemukiman baru.

Peraturan semacam ini secara resmi mengharuskan setiap kabupaten dan kota untuk menyelesaikan kajian risiko bencana serta menyesuaikan RTRW sebelum mengeluarkan izin baru. Artinya, pengembang harus menunggu persetujuan kajian tersebut sebelum proyek mereka dapat berjalan. Langkah ini dipandang sebagai langkah pencegahan, namun diterima dengan berbagai pendapat di sektor properti.

Ancaman terhadap Kredit Properti Bank

Langkah moratorium izin perumahan itu diperkirakan akan berdampak langsung ke sektor kredit perumahan, terutama Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang merupakan segmen utama pembiayaan properti. Di tengah upaya perbankan meningkatkan penyaluran KPR untuk mendongkrak pertumbuhan industri properti, kebijakan tersebut justru menjadi tantangan baru.

Bank-bank besar seperti BCA menunjukkan bahwa pertumbuhan KPR pada September 2025 tercatat sekitar 6,4% secara tahunan, lebih rendah dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan ini mencerminkan lemahnya permintaan dan potensi tekanan baru pada portofolio kredit properti jika laju pembangunan perumahan melambat di 2026.

Beberapa analis perbankan menyatakan bahwa dampak kebijakan ini akan lebih terasa pada KPR primary developer — kredit yang ditujukan untuk pembelian rumah baru dari pengembang — karena izin pembangunan baru menjadi kunci utama supply rumah baru. Sedangkan segmen KPR secondary houses atau rumah bekas diperkirakan tidak akan terlalu terpengaruh karena tidak terkait langsung dengan perizinan baru.

Pemerintah dan Bank: Upaya Mitigasi

Pemerintah pusat melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah menjalin komunikasi dengan Pemprov Jabar untuk mencari solusi bersama. Kementerian siap menggelar rapat koordinasi agar dampak kebijakan terhadap kredit perumahan dan pasar properti dapat diminimalkan. Diskusi ini mencakup langkah-langkah strategis untuk menjaga daya tarik KUR Perumahan dan skema pembiayaan lainnya pada 2026.

KUR Perumahan sendiri sejak peluncurannya pada 21 Oktober 2025 sudah menyalurkan puluhan triliun rupiah untuk mendukung pembelian rumah dan menghidupkan sektor konstruksi serta UMKM terkait. Dengan kebijakan KDM yang baru, pemerintah pusat ingin memastikan bahwa program KUR tetap relevan dan berjalan efektif, meskipun dinamika di tingkat daerah berubah.

Reaksi dari pelaku industri properti cukup beragam. Beberapa pengembang besar melihat kebijakan ini sebagai tantangan yang harus dihadapi untuk jangka panjang demi menciptakan pembangunan yang lebih aman dan berkelanjutan. Namun, ada juga kekhawatiran tentang penurunan penjualan rumah baru karena keterlambatan proyek dan ketidakpastian izin. Hal ini juga berpotensi mempengaruhi harga tanah dan investasi di sektor properti.

Beberapa asosiasi usaha menyampaikan bahwa moratorium tanpa kejelasan waktu pengerjaan kajian risiko bisa menimbulkan stagnasi suplai rumah, yang berdampak pada permintaan kredit perumahan. Mereka meminta agar proses kajian dilakukan cepat, transparan, dan dengan keterlibatan semua pemangku kepentingan.

Proyeksi Portofolio Kredit di 2026

Melihat dinamika di lapangan, portofolio kredit properti tahun 2026 diperkirakan akan menghadapi perlambatan pertumbuhan relatif terhadap target awal. Meski demikian, pelaku perbankan masih optimistis dengan strategi diversifikasi produk kredit dan peningkatan layanan digital untuk menarik nasabah KPR baru.

Beberapa bank bahkan telah menyiapkan target pertumbuhan KPR lebih tinggi dari angka saat ini, mengantisipasi perubahan pasar yang dinamis. Namun, pencapaian target tersebut sangat tergantung pada keputusan kebijakan lanjutan oleh pemerintah daerah serta dukungan kebijakan moneter dari Bank Indonesia seperti pelonggaran LTV atau insentif lain bagi pembeli rumah.

Tantangan dan Peluang di Tengah Perubahan

Walaupun kebijakan KDM terlihat seperti hambatan bagi ekspansi kredit properti, langkah ini juga membuka peluang untuk membangun ekosistem properti yang lebih bertanggung jawab dan aman bencana. Dengan fokus pada penataan ruang dan kajian risiko yang serius, sektor properti diharapkan tumbuh secara berkualitas, tidak sekadar cepat tetapi rawan risiko.

Selain itu, diversifikasi pembiayaan, inovasi produk kredit, serta sinergi antara pemerintah pusat dan daerah akan menjadi faktor kunci dalam menjaga stabilitas portofolio kredit properti menjelang 2026.